Kamis, 06 Agustus 2009

Penentuan pendapatan faktor produksi dalam islam

Pendahuluan

Disribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian, sebagian hasil penjualan produk total kepada factor-faktor yang ikut menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut yaitu berupa tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen.Besaran distribusi pendapatan ini ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing factor produksi.

Distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang lumayan rumit, sampai saat ini masih sering dijadikan perdebatan antara ahli ekonomi.sistem ekonomi kapitalis memandang seorang individu dapat secara bebas mengumpukan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk menfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahyakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara sehingga pemerataan dapat diwujudkan.

Kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapt memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat. Untuk itu Islam memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan

“…supaya harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…”[1].

Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas diantara golongan orang kaya saja. Selain itu untuk dapat pemerataan pendapatan kepada masyarakat secara obyektif , Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat untuk membayar zakat, mengeluarkan infaq, serta adanya hukum waris ,wasiat serta hibah. Aturan ini deberlakuukan dengan tujuan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada bagian kecil golongan saja.

Nilai-Nilai Islam Dalam Produksi

Metwally (1992) mengatakan, perbedaan dari perusahaan-perusahaan non-islami, tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya. Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi[2]:

1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat.

2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal.

3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran.

4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.

5. Memuliakan prestasi/produktifitas.

6. Mendorong ukhwah antar sesama pelaku ekonomi.

7. Menghormati hak milik individu.

8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad/transaksi.

9. Adil dalam bertransaksi.

10. Memiliki wawasan sosial.

11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak.

12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.

Pembahasan

Ada beberapa bentuk distribusi kekayaan atau pendapatan yang di atur oleh Islam atau dapat dikatakan factor-faktor produksi yang diatur oleh Islam :[3]

Tanah

Islam telah mengaku tanah sebagai satu factor produksi yang dapat dimanfatkan untuk memaksimalkan kesejahtraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip dan etika ekonomi. Al-Quran dan Sunah banyak memberikan penekanan pada pembudidayaan tanah yang baik.[4] Dalam tulisan klasik, tanah yang dianggaap sebagai faktor produksi penting mencangkup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produkksi, umpamanya permukaan bumi, kesuburan tanah, sifat-sifat sumber daya udara, air, mineral dan seterusnya. Memang benar tidak ada bukti bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi modern, Islam mengakui tanah sebagi factor produksi, ia hanya mengakui diciptakannya manfaat yang dapat dimksimalkan kesejahteraan ekonomi msyarakat,kesejahteraan yang memperhatikan prinsip-rinsip dasar etika ekonomi. Hukum Al-Quran dan sunah Nabi ini sangatlah jelas. Didalam Al-Quran dijelaskan akan pentingnya pemeliharaan tanah yang kosong contohnya ,agar dijadikan kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan.

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahsanya kami menghhalau hujan ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri.”[5]

Hal ini didasarkan pada beberapa aturan yang menunjukan perhatian perlunya mengubah tanah kosong menjadi lahan yang bermanfaat dengan mengadakan pengaturan pengairan dan menanaminya dengan tanaman yang baik.

Tenaga Kerja

Buruh merupakan factor produksi yang diakui disetiap system ekonomi terlepas dari kecendrungan ideleogi mereka. Kekushusan perburuhan seperti halnya kemusnahan, keadaan yang tidak terpisahkan dari buruh itu sendiri. Ketidak pekaan jangka pendek terhadap perrmintaanya ,dan yang mempunyai sikap dalam penetuan upah, merupakan hal yang sama pada semua system. Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan. Benham mendefisinikan upah dapat didefisisnikan sebagai sejumlah uang yang dibayar oleh sejumlah orang yang memeberikan pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai dengan perjanjian.

Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah usaha yang dilakuan manusia baik yang berbentuk fisik maupun mental dalam rangka menghasilkan produk dalam bentuk barang maupun jasa. Beberapa ayat dan hadist Nabi SAW menjelaskan bahwa dalam pemberian upah kepada pekerja merupakan suatu yang diwajibkan karena kita telah menggunakan tenaga orang lain. Seorang pekerja tidak bole diperas tenaganya sedangkan upah yang kita berikan tidak sesuai, demikian pula seorang pekerja tidak boleh dibebani suatu pekerjaan yang berat yang diluar kemampuan pekerja tersebut.

Imbalan Atas modal

Modal dalam ekonomi Islam dipandang sebagai suatu yang khusus karena dalam Islam ada larangan yang tegas mengenai riba atau bunga yang dapat merugikan pekerja. Modal adalah sesuatu yang diharapkan dapat memberikan penghasilan kepada pemmiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya. Sebagai contoh adalah tabungan. Tabungan yang terkumpul dari masyarakat dapat menjadi sejumlah modal. Akumulasi tabungan yang terkumpul sebagai modal digunakan sebuah perusahan untuk menyediakan barang modal dalam melakukan produksi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Mannan menegaskan bahwa Islam memperbolehkan penegakkan mengakui modal serta peranannya adalah faktor produksi. Islam juga mengakui modal adalah bagian dari proses produksi. Hal ini sebenarnya Islam memperbolehkan pengambilan bagian keuntungan atas modal namun besarnya tidak boleh ditetapkan berdasarkan sesuai dengan persentase dari modal itu.

Modal akan produktif dalam arti tenaga kerja yang ditunjang dengan modal akan lebih menghasilakan sehingga dengan adanya laba diharapkan mendorong seorang untuk melakukan investasi dengan menunda konsumsi saat ini untuk waktu yang akan datang. Teori Islam mengenai modal lebih realistis, luas, mendalam daripada teori modern. Dikatakan realistis karena produktivitas modal akan mengalami perubahan seiring dengan kenyataan produksi yang tumbuh secara dinamis. Luas dan mendalam karena Islam memperhatikan semua aspek kehidupan ekonomi mata uang, jumlah penduduk, kebisaan, tarap hidp dll.

Laba bagi Pengusaha

Laba merupakan bagian keuntungan seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya mengelola perusahaan dengan menggabungkan berbagai factor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi keuntungan kepada pemilik faktor produksi dalam penyelenggaraan produksi. Dalam kerangka Ekonomi Islam keuntungan mempunyai arti lebih luas sebab bunga pada modal tidak dibenarkan dalam Islam. Pernyataan ini menegaskan bahwa Islam melarang pengambilan bunga , namun imbalan bagi modal yang digunakan istilah laba yang disejajarkan dengan usaha manusia. Dengan demikian pemilik modal dan pengusaha menjadi bagian yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu perusahaan.

Pembagian pendapatan kepada pemilik faktor produksi[6]

Setelah mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunah yang berhubungan dengan konsep distribusi pendapatan . Maka, dapat di uraikan lebih lanjut mengenai tata cara pembagian pendapatan kepada pemilik faktor produksi sebagai berikut:

· Penentuan sewa kepada pemilik tanah

Menuru Ricardo sewa adalah bagian hasil tanah yang di bayarkan kepada tuan tanah untuk penggunaan kekayaan tanah asli dan tak dapat rusak dan dia berpendapat bahwa sewa adalah surflus diferensial.[7] Salah satu cara pendistribusian pendapatan dan kekayaan negara kepada masyarakat, bahkan sewa-menyewa diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Syarat menyewakan tanah

Syarat-syarat menyewakan tanah menurut Afzalur Rahman adalah sebagai berikut:

1. Bebas dari tindakan yang tidak adil dan zalim dari pemilik tanah.

2. Tidak ada kecemasan akan timbulnya persengketaan dan perselisihan antara kedua belah pihak.

3. Hak kedua belah pihak(khususnya petani) tidak terancam.

Selain itu persewaan juga harus didasarkan atas prinsip kerelaan kedua belah pihak sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.[8]

b. Bentuk penentuan harga sewa

1. Dilihat dari bentuk pembayarannya

Pembayaran kepada pemilik tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: pembayaran tunai dan bagi hasil.

a. Tunai

Kesepakatan Ahli fiqih Islam mengatakan “dalam bentuk perjanjian sewa yang diperbolehkan, sewanya dapat dibayar dengan benda-benda antara lain dengan dinar, dirham, benda yang dapat di ukur dan mempunyai nilai”yang besarnya tergantung dari tingkat manfaat dan produktivitas tanah.

b. Bagi hasil

Bentuk sewa dengan sistem bagi hasil dapat di golongkan menjadi dua: muzaraah dan muzaqat.

2. Dilihat dari jangka waktunya.

a. Ijarah Mutlaqah

Adalah proses sewa menyewa yang bisa kita temui dalam kegiatan sehari-hari.

b. Bai Tajiri (Hire Purchase)

Adalah suatu akad sewa yang diakhiri oleh penjualan.

c. Musyarakah Mutanaqisah atau Deceasing Participation

Adalah kombinasi antara Musyarakah dan sewa.

c. bentuk-bentuk sewa terlarang

Pada dasarnya pelarangan sewa hanyya dilakukan kepada bentuk-bentuk sewa yang dzalim. Adapun bentuk-bentuk sewa yang terlarang antara lain;

a. Menetapkan hasil bagian dari tanah yang lebih subur disediakan untuk pemilik tanah sedangkan hasil dari tanah yang tidak subur untuk penyewa.

b. Pemilik tanah mengambil terlebih dahulu dari tanah yang subur sedangkan hasil dari tanah sisanya untuk penyewa.

c. Penyewa diharuskan membayar sejumlah sewa tertentu melebihi hasil tanah kepada pemilik tanah padahal hasil panen sangat kecil atau seseorang harus membayar melebihi jumlah yang disepakati.

d. Penyewa diharuskan membayar melebihi jumlah sewa yang di tetapkan karena ada kebiasaan atau mengikuti tradisi suatu daerah.

d. penentuan sewa tanah: Kapitalis vs Islam

Penentuan sewa menurut kapitalis yang besarnya ditentukan oleh oleh permintaan tanah adalah tidak seutuhnya bertentangan dengan Islam asalkan tidak ada pihak yang di rugikan. Namun sistem Kapitalis tidak menyentuh kepada nilai moral apabila ada kerugian terhadap usaha yang dijalankan oleh penyewa, dengan tidak ikut. Sedangkan Islam mempunyai sifat yang lebih manusiawi , apabila usaha yang dilakukan mengalami kerugian maka pihak tanah tidak diperkenankan untuk mengambil sewa melebihi dari hasil yang di dapat dari usaha tersebut.

· Penentuan upah kepada pekerja[9]

Masalah upah adalah masalah yang sangat penting yang mempunyai dampak yang sangat luas. Seoarang pekerja harus mendapatkan upah secara adil dan pantas. Perbedaan upah menurut Cairnes menganut kepada perbadaan kelompok yang tidak barsaing di kalangan pekerja. Terdapat suatu perbedaan besar antara pekerja kasar dengan pekerja intelektual, antara pekerja terampil dan tidak terampil.[10] Sebelum bekerja harus ditentukan hal-hal sebagai berikut:

Ø Ketentuan kerja

1. Bentuk pekerjaan

2. Waktu kerja

3. Gaji

Ø Penerimaan besarnya upah

Allah telah mensyariatkan dalam Al-Quran

`

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.[11]

Berdasarkan prinsip keadilan upah dalam masyarakat di tetapkan melalui negosiasi antara pekerja dan majikan, sehingga kepentingan kedua belah pihak dipertimbangkan secara adil. Untuk itu menjadi tanggung jawab pemerintah dalam penetapan upah minimum dan tingkat upah tertinggi, begitu juga dengan upah riil dan kestabilan upah.

Perbedaan upah uang dan upah riil.[12]

Didalam jangka panjang kecendrungan yang selalu berlaku adalah keadaan dimana harga-harga barang maupun upah terus menaik, namum tingkat kenaikan tersebut tidak serentak dan berbeda. Walau bagaimanapun juga hal ini tidak menimbulkan kesulitan sampai dimana kenaikan pendapatan merupakan suatu gambaran dari kenaikan sejahtera yang dinikmati oleh para pekerja. Untuk itu ahli ekonomi membuat perbedaan antara upah uang dan upah riil. Upah uang adalah jumlah uang yang di terima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran keatas tenaga mental atau fisik para pekerja yang digunakan dalam proses pproduksi. Sedangkan upah riil adalah tingkat upah pekerja yang di ukur dari sudu kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan upah[13]

a. perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan

b. perbedaan dalam jenis-jenis pekerjaan

c. perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan.

Ø Hak buruh

Hak-hak pokok buruh menurut Afzalur Rahman adalah sebagai berikut;

a. Berhak menerima upah yang memungkinkan menikmati hidup layak.

b. Tidak boleh memberi pekerjaan terlalu berat, yang membuat ia tidak mampu dan jika dia dipercaya di beri tugas berat maka harus dibantu.

c. Harus diberi pengobatan layak, asuransi, ganti rugi atas kacelakaan yang teerjadi pada saat kerja.

d. Memberikan tunjangan di hari tua.

e. Majikan harus mengeluarkan sedekah untuk pekerjanya.

f. Pekerja harus diperlakukan dengan baik dan sopan termasuk fasilitas asrama.

Penentuan upah kepada tenaga kerja: Kapitalis vs Islam

Sistem Kapitalis menganggap bahwa penentuan gaji atau upah berdasarkan produktivitas tenaga kerja maka Islam lebih dari sekedar atas dasar produktivitasnya. Islam juga menganjurkan agar majikan memberikan upah sesuai dengan kebutuhan pokok pendidikan dan pengobatan.

Usaha yang dapat dilakuakan dalam pemerataan pendapatan[14]

Setelah diuraikan prinsip-prinsip distribusi kekayaan dalam sistem Islam, dimana kekayaan tidak boleh menjadi komoditas golongan orang kaya saja, maka Islam juga menetapkan langkah –langkah tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat secara obyektif. Islam memperkenalkan hukum waris, zakat dan sedekah dengan tujuan meratakan kekayaan. Islam mengakui hak kepemilikan sehingga individu dapat memanfaatkanya sesuai dengan ketentuan syariah.

Islam telah mengingatkan agar manusia tidak menyimpan dan menimbun harta, mereka harus memenuhi kewajiban mereka terhadap keluarga dan masyarakat yang tidak mampu yang memerlukan bantuan. Ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh dalam rangka meratakan pendadapatan atau kekayaan, yaitu perintah dan larangan.

A. Perintah

Allah SWT membuat tuntunan kepada manusia dalam rangka mengemban amanat Allah melalui ayat-ayat Alquran serta Sunnah Rasulullah yang adakalanya berbentuk perintah, seperti hal-hal berikut:

1. Waris. Hukum waris merupakan aturan yang penting untuk mengurangi ketidak adilan dalam masyarakat. Waris mempunyai dampak besar dalam rangkas memisahkan jurang antar orang kaya dan mioskin

2. Zakat. Zakat adalah langkah kedua untuk dapat membagi kekayaan dalam masyarakat. Zakat merupakan pungutan wajib bagi seorang muslim yang mempunyai harta tertentu yang dikumpulkan dan diedarkan.

Adapun dalam bentuk kedua, yaitu

B. Larangan

Selain menggunakan perintah, untuk mengatur tatanan masyrakat, Allah Swt menggunakan brntuk-bentuk larangan Islam dalam rangka mencapai tujuan keadilan sosial dalam masyarakat.

1. Larangan terhadap riba. Berbagai bentuk larangan riba yang kita ketahui “…janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”[15]

“…Dan Allah telah menghlalkan jual beli dan mengharamkan riba…”[16].Dari ayat-ayat ini maka jelas Allah melarang riba.

2. Larangan menyembunyikan harta. Orang yang menyembunyikan harta adalah musuh yang nyata bagi masyarakat karena menghambat kemajuan pembangunan, sebab seharusnya harta tersebut digunakan untuk menghasilkan kekayaan bagi masyarakat.

3. Larangan terhadap pengeluaran yang sia-sia. Islam melarang pemborosan dan pengeluaran yang tidak perlu yang mendorong manusia mengikuti hawa nafsu. Sebagai contoh yang termasuk pengeluaran sia-sia adalah seperti judi, minuman keras, penggunaan bejana dari emas, larangan menggunakan emas dan kain sutra bagi laki-laki, kegemaran terhadap hiburan dan perdagangan yang tidak sehat.

Model Distribusi Pendapatan Menurut Islam.

Model distribusi pendapatan menurut Islam pada tingkat makro menurut Hasan (1988) sangat sulit di buat hanya dengan angka-angka yang sederhana dari hasil pengkajiannya dia membuat suatu rumus sebagai berikut:

Y: P+W

Y : Pertambahan nilai bersih

P : Keuntungan

W : Upah minimum

Adanya pertambahan keuntungan atau pertambahan nilai maka yang berhak menikmatinya adalah pemilik modal sebesar k maka sisanya adalah merupakan bagian dari tenaga kerja (l-k) yang merupakan bagian dari tenaga kerja atas keuntungan atau pendapatan yang di peroleh. Sehingga berubah menjadi:

Y: kP+(l-k)P+W

Sehingga bagian yang di terima oleh pekerja adalah (l+k) P dan W, sedangkan yang di terima pemilik modal adalah kP. Besarnya k atas kebijakan tersebut tidak akan mengubah pemodal maupun mengurangi hak pekerja.

Contoh: Pertambahan pendapatan sebesar 100% dengan upah minimum yang di terima seluruh pekerja 30%. Sisa keuntungan yang di bagi adalah 70% (laba) dan apabila besarnya k nisbah bagi pemodal adalah 60:$) dari laba, maka bagian yang di terima oleh pemodal adalah 60% dikalikan laba tersisa, sedangkan sisanya akan di nikmati oleh pekerja.

Peran Pemerintah dalam distribusi pendapatan

Ada beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan secara langsung dengan penciptaan nilai mata uang serta menentukan harga agar tidak terjadi inflasi. Penganut kapitalis menggunakan pungutan pajak sebagai sumber utsms penerimaan Negara yang diguakan untuk penyelenggaraan pemerintahan serta memeiyai pembangunan dan mengatur kegiatan ekonomi dalam rangka meujudkan keadilan dan pemerataan pendapatan. Lain halnya dalam islam, islam menggunakan dana pungutan pajak tersebut hanya untuk hal ha yang dianggap penting saja dan harus didistribusikan kembali kepaad masyarakat dengan jalan yang benar dan jujur.Islam melarang pjabat pemerintah untuk menggunakan fasilitas Negara untuk diri dan keluarganya kecuali dalam hal tugas pemerintahan.

Dalam kebijakan fiscal menurut Islam, selain pajak ada pula bentuk lain yang dikenal yaitu zakat yang merupakan slah satu inti ajaran islam.islam telah menentukan zakat dan infak kepada orang kaya.Dengan ini pemerintah berhak mengumpulkan dan menyalurkan zakat kepada yang berhak menerimanya dan memaksa yang tidak mau mengeluarkanya.

Untuk melakukan tugas tersebut , Negara dapat membuat undang-undang serta lembaga yang dapat mengurus zakat tersebut juga harus amanah dalam menjalankanya untuk mencegah segala benuk kezholiman dan praktek yang dilarang oleh Islam seperti; penimbunan, mempermainkan harga, serta prilaku pemborosan. Kesimpulannya dalam islam Negara berhak menarik pajak dan untuk disalurkan kembali kepada yang berhak meneramanya.

Kesimpulan

Disribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian, sebagian hasil penjualan produk total kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan. Faktor-faktor tersebut yaitu berupa tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen.Besaran distribusi pendapatan ini ditentukan oleh tingkat peranan masing-masing faktor produksi.

Seorang pengusaha dituntut mempunyai moral tinggi, menjaga kejujuran dalam perhitungan,pencatatan maupun pembagian keuntungan, karena faktor-faktor produksi yang dikelolanya merupakan suatu amanah, sehingga ia harus malaksanakan amanah tersebut. Pengusaha harus bekerja dengan benar, harus membayar uapah pada pekerja tanpa harus menganiaya, harus berlaku adil dalam membagi keuntungan kepada yang berhak menerimanya.Dan islam telah memeperbolehkan seorang pengusaha untuk mengambil keuntungan atas peranannya dalam menjalankan perusahaan.

Referensi

Muhammad M.ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, yogjakarta, 2004.

Mannan, M Abdul, MA, PhD, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bakti Wakaf, Yogjakarta.1997.

Sukirno, Sadono, Mikro Ekonomi Teori Pengantar edisi ketiga, Rajawali Press, PT raja Grafindo Persada, jakarta, 2006

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta, 2008.


[1] QS Alhasr :7

[2] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta, op.cit, hal. 252

[3] Drs Muhammad M.ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, yogjakarta, hlm: 311

[4] Muhamad Abdul Manan ,Ekonomi Islam ,Teori dan praktek, Yogyakarta ,PT Dana Bakti Wakaf ,1993 Hal 56

[5] Q.S As Sajadah 32.27

[6] Drs Muhammad M.ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, yogjakarta, hlm: 323.

[7] Prof M Abdul Mannan, MA, PhD, Teori dan Praktek Ekonomi islam, PT Dana Bakti Wakaf, Yogjakarta, hlm:114.

[8] Q.S 4;9

[9] Drs Muhammad M.ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, yogjakarta, hlm:329.

[10] Prof M Abdul Mannan, MA, PhD, Teori dan Praktek Ekonomi islam, PT Dana Bakti Wakaf, Yogjakarta, hlm:117.

[11] Q.S 99:7

[12] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar edisi ketiga, Rajawali Press, PT raja Grafindo Persada, jakarta, hlm:351.

[13] Ibid, sadono Sukirno, hlm:364.

[14] Drs Muhammad M.ag, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, BPFE, yogjakarta, hlm:343.

[15]Q.S 3:130.

[16] Q.S 2: 275

Tidak ada komentar:

Posting Komentar